Sejarah Psikologi Sosial
BAB I
Sejarah Psikologi Sosial
Psikologi sosial pada jaman filsuf
Sulit untuk menyebutkan siapa
penemu psikologi sosial. Sejak masih jaman Palto, masalah-masalah
sosiopsikologi sudah dipelajari, khususnya kaitan antara tingkah laku individu
dengan keadaan politik.
Tokoh-tokoh jaman
ini :
Plato
Mempelajari kaitan antara
tingkah laku dengan keadaan politik. Menurut Plato, manusia terbagi menjadi 3
kelompok, yaitu:
·
Kelompok kepala : pemikir (filsuf)
·
Kelompok dada : pemberani
(militer)
·
Kelompok perut : pekerja kasar
(rakyat biasa)
Di dalam bukunya The Republic,
Plato mengajukan gagasan bahwa pada hakikatnya individu bukanlah makhluk yang
mampu memnuhi kebutuhannya sendiri. Ia membutuhkan bantuan orang lain,
karenanya akan terjadi kontak sosial.
Konsep bernegara yang paling cocok menurut Plato adalah republik.
Selain itu juga Plato
menyebutkan 5 konsep pemerintahan yaitu:
1.
Aristokrasi
Pemerintahan didominasi oleh para
filsuf, motif yang dominan adalah love of wisdom dan passion for justice.
2.
Timokrasi
Bentuk ini muncul bila para penguasa
negara didominasi oleh motif keberanian, cerita kekuasaan dan ambisi militer.
Pola prilakunya adalah bersikap bengis kepada bawahan dan tunduk pada atasan.
3.
Oilgarkhi
Bentuk ini muncul sebagai reaksi
terhadap sistem kedua, yang membuat sekelompok kecil masyarakat menjadi kaya
dan berhasil menegakkan nilai-nilai sosial. Maksudnya yang kaya selalu benar
dan yang miskin selalu salah. Kelompok kaya menjadi kelompok kekuasaan.
4.
Demokrasi
Muncul sebagai akibat dari revolusi
terhadap sistem oligarkhi, dengan semboyan persamaan hak dan kebebasan.
5.
Tirani
Muncul sebagai akses dari kebebasan
sistem demokrasi, sehingga memunculkan untuk memperoleh kekuasaan dan
pemerintahan dengan tangan besi.
Aristoteles
Aristoteles
memandang motif manusia untuk berkelompok bersifat insiktif. Di samping itu
setiap manusia dilahirkan dengan talenta (bakat) tertentu. Karenanya untuk
memimpin suatu negara dibutuhkan kerjasama antara talenta-talenta tersebut.
Bentuk negara yang diajukan adalah demokrasi.
Auguste Comte
Gordon
Allport (1968) menunjuk A. Comte (1798-1857), filsuf Prancis sebagai tokoh yang
mencetuskan “ilmu pengetauan yang sebenarnya”, yang selaras dengan psikologi
Sosial Modern.
Augusto
Comte mengajukan 3 hal penting, yaitu :
1.
Low of three stages
Yang dimulai dari tahap teologik,
metafisik dan tahap positif. Ilmu pengetahuan yang positif adalah La Morale
Positife.
2.
Basic abstract science
Comte membagi ilmu pengetahuan menjadi 2
kelompok besar, yaitu ilmu abstrak 9matematik, astronomi, sosiologi dan moral)
dan ilmu kongkrit (geologi, zoology, meteorologi, dll)
3.
La morale positive
Inilah yang kemudian berkembang menjadi
psikologi sosial. Comte berasumsi bahwa manusia bukan makhluk biologik
semata-mata, juga nukan merupakan sekumpulan kultur, manusia adalah agen moral.
Karenanya untuk mempelajarinya dibutuhkan ilmu pengetahuan yang khas, yang
dapat menggali dan memahami hakikat manusia. Ilmu yang dimaksud adalah La
Morale Positife. Pada waktu itu Comte menolak istilah psikologi karena ia
berpendapat bahwa psikologi itu terlalu introspektif dan rasionalistik atau
dengan prkataan lain metafisik.
Psikologi
sosial pada masa transisi
Terbitnya
buku pegangan
Buku
pegangan psikologi sosial pertama ditulis tahun 1908, oleh seorang sosiolog
E.A. Ross, menyusul kemudian oleh seorang psikolog, W.MC.Dougall. pada tahun
1954 terbit handbook of Social Psychology dari Lindsey.
Ross
menjelaskan tingkah laku manusia atas dasar prinsip imitasi dan sugesti,
disamping itu ia juga mempelajari tentang konformitas, pengaruh-pengaruh massa,
penyelesaian konflik dan opini publik.
McDougall
menyatakan bahwa tingkah laku sosial disebabkan oleh salah satu instink sosial,
yaitu kecenderungan bawaan yang dimiliki oleh manusia. Instink sosial ini
menjadi sumber interaksi sosial dan setiap instink sosial memancing emosi
tertentu, misalnya insting untuk berkelahi menimbulkan emositakut.
Munculnya
penelitian-penelitian psikologi sosial
Eksperimen
laboratorium psikologi sosial yang pertama dilakukan oleh Triplett (1897) yang
mencoba meneliti bagaimana tingkah laku individu pada saat berada di dalam
kelompok.
Krech,
dkk (1961) brependapat bahwa peletak dasar psikologi sosial adalah
Starbuck(1901) yang berusaha untuk menerapkan psikologi sosial di bidang agama.
Selama
tahun 1930an banyak dilakukan penelitian terhadap pengukuran sikap sosial,
diantaranya oleh:
·
Katz dan braly (1933) yang
mengatur stereotip rasial dari sekelompok mahasiswa.
·
Thurstone dan Likert (1923)
mengembangkan metode untuk mengukur sikap.
·
Gallup memulai pengumpulan data
dengan menggunakan metode sosiometri.
·
Para ahli psikologi sosial lain
mulai menggunakan angket, wawancara, dan observasi untuk pengumpulan data.
Pada
tahun yang sama mulai berkembang minat pada bidang dinamika kelompok,
diantaranya :
·
Muzafer Sherif (1935) menggunakan
setting laboratorium untuk menunjukkan perkembangan pembentukan norma kelompok
dan pengaruhnya terhadap persepsi dan penalaran individu.
·
Theodore Newcomb (1943) menemukan besarnya pengaruh kelompok acuan
(reference group) terhadap sikap.
·
William White (1941) mengadakan
observasi partisipatif di dalam kelompok remaja untuk mengetahui relasi mereka.
·
Kurt Lewin, Ronald Lippit dan
Ralph White adalah pelopor eksperimen dinamika kelompok untuk mempelajari
pengaruh gaya kepemimpinan terhadap produktifitas dan moral anak-anak
playgroup.
Selama bertahun-tahun,
dalamperkembangannya psikologi sosial terpanggil untuk membantu menyelesaikan
berbagai masalah dunia. Pada tahun 1939 sekelompok psikolog membentuk society
for the psychologikal study of social issues (SPSSI). Kelompok ini berusaha
menerapkan ilmu-ilmu sosial untuk meningkatkan kesejahteraan manusia. Pada
tahun yang sama, pengaruh Kurt Lewin merasuki perkembangan psikologi sosial.
Selanjutnya berkat kreativitas, dedikasi dan visinya, Lewin dikenal sebagai
penemu penerapan psikologi sosial.
Selama perang dunia kedua,
psikologi sosial berkembang pesat, para psikolog terpanggil untuk menerapakan
teori-teori dan hasil-hasil riset mereka untuk menyelesaikan masalah sosial
pada waktu itu. Riset-riset ini selanjutnya membuka cakrawala baru dalam
psikologi sosial:
·
1950 Carl hovland,dkk. Mempelajari
efek komunikasi persuasif terhadap pembentukan sikap.
·
1952 Salomon Asch berdasarkan
penelitiannya menyatakan bahwa individu cenderung mengikuti opini mayoritas,
meskipun pendapat mayoritas itu salah.
·
1954 Leon Festinger
mempublikasikan teori komparasi sosial, yang menyatakan bahwa orang
mengevaluasi kinerjanya sendri dan membandngkannya dengan kinerja orang lain.
·
1957 Leon Festinger kembali
mengajukan teori disonansi kognitif. Teori in membelokkan arah riset psikologi
sosial. Pada umumnya arah riset tertuju pada interaksi sosial kelompok,
kemudian beralih kearah proses-proses di dalam diri individu. Sejalan dengan
itu eksperimen laboratorium menjadi semakin disukai dan dianggap ssebagai
metode standar untuk psikologi.
Kecenderungan psikologi sosial modern
Perubahan besar terjadi setelah
tahun 1970an adalah :
·
Adanya pergeseran ke arah riset
atau penelitian terapan, atau kearah masalah-masalah sosial yang sangat luas
rentangnya.
·
Perluasan dasar teoritik psikologi
sosial ke dalam kerangka kerja yang komprehensif, yang terdiri atas berbagai
teori yang terintegrasi mengenai berbagai faktor. Perluasan ini juga
mencerminkan pemilihan topik permasalahan, yang bergeser dari perilaku
intrapersonal (prilaku individu sevara terpisah) kearah penekanan pada perilaku
interpersonal dalam konteks kelompok yang lebih luas.
·
Cara pendekatan penelitian juga
semakin luas, meliputi penelitian eksperimental disituasi sehari-hari menjauhi
laboratorium.
Pada tahun 1960an, para ahli
psikologi sosial meneliti tentang prses-proses dalam diri individu yang secara
potensial relevan dengan prilaku di lingkungan, seperti agresi, altruisme
tingkah laku menolong, kepatuhan para otoritas, serta konforitas terhadap norma
kelompok.
Pada tahun-tahun berikutnya,
psikologi sosial dihadapkan pada masalah-masalah dunia yang warnanya berbeda,
yaitu gerakan feminisme dan masalah kelompok minoritas. Psikologi modern ini
berakar di masyarakat Amerika yang pragmatis. Pada tahun 1977 TRIANDIS
Mempelajari faktor-faktor budaya yang mempengaruhi prilaku sosial. Hasil
penelitian ini selanjutnya merangsang penelitian-penelitian lain dan semakin
meluasnya penerapan psikologi sosial.
Ruang lingkup psikologi sosial dan kaitannya dengan ilmu-ilmu
sosial lainnya
Psikologi sosial
Psikologi sosial adalah study
ilmiah tentang perilaku individu, sebagai fungsi dari stimulasi sosial.
·
Ilmiah : hanya meliputi observasi-observasi yang dilakukan dalam
kondisi yang terkontrol.
·
Individual : unit analisis yang digeluti oleh ahli psikologi sosial adalah
individu.
·
Stimulasi sosial : mengacu pada manusia dan produknya,
meliputi pula dampak pengalaman-pengalaman masa lalu.
Jadi yang menjadi pokok bahasan
di dalam psikologi sosial adalah interaksi manusia di dalam dunia sosial.
Psikologi sosial mempelajari bagaimana pikiran , perasaan, motif, dan tindakan
seseorang individu berkaitan dengan pikiran, perasaan, motif dan tindakan orang
lain pada saat tingkah laku itu diungkapkan di dalam suatu struktur dan proses
sosial yang kompleks.
Area yang termasuk dalam
psikologi sosial dapat diklasifikasikan dalam tiga kelompok besar, yaitu :
1.
Studi tentang pengaruh-pengaruh
sosial terhadap proses-proses individual. Meliputi fenomena yang dapat
diakibatkan oleh stimulasi sosial, dapat juga terjadi tanpa kehadiran stimulus
sosial pada saat itu. Biasanya sulit dihayati oleh orang-orang yang tidak
mengalami stimuli yang sama.
2.
Studi tentang proses-proses
individual yang dapat dihayati oleh orang lain (shared individual process)
mengacu pada fenomena yang pada dasarnya bersifat individual, yang
manifestasinya tidak tergantung pada kehadiran langsung dari stimuli sosial,
biasanya dapat dihayati oleh orang-orang yang berasal dari kelompok sosial yang
sama. Misalnya : Bahasa, attitude sosial, mitasi.
3.
Studi tentang interaksi kelompok.
Meliputi semua proses yang kemunculannya hanya dimungkinkan bila ada orang
lain, paling tidak secara psikologik. Misalnya : Kepemimpinan, komunikasi, otoritas,
konformitas, kooperasi dan kompetisi, peran sosial.
Kaitan antara
psikologi sosial dengan ilmu-ilmu lainnya
Diantara berbagai ilmu,
psikologi sosial paling erat kaitannya dengan psikologi, sosiologi dan
antropologi. Psikologi mempelajari perilaku manusia dari segi-segi proses
individual dan kurang menaruh perhatian pada kehadiran orang lain., sedangkan
psikologi sosial mempelajari prilaku manusia sebagai anggota dari suatu
kelompok. Di dalam psikologi sosial, peranan kelompok mendapat perhatian yang
besar.
Sosiologi mempelajari
fenomena-fenomena kelompok-kelompok terbentuk di dalam kondisi-kondisi
tertentu, dan bagaimana kelompok berubah sejalan dengan perubahan waktu.
Psikologi sosial memusatkan perhatiannya pada perilaku dan sikap individu
sebagai pribadi serta perilaku dan sikapnya di dalam kelompok.
Antropologi mempelajari tentang
budaya yang berlaku di dalam suatu masyarakat tertentu, baik secara terpisah
maupun dalam hubungannya dengan kultur lain. Psikologi sosial lebih
mengarahakan perhatiannya pada bagaimana individu menginternalisasikan kultur
tersebut dan bagaimana ia mengembangkan dirinya sehingga menjadi seorang
pribadi dengan kepribadian tertentu dan dapat berpartisipasi di dalam
masyarakatnya serta mampu menhadapi masalah-masalah pribadi dan sosialnya.
Pada umumnya psikologi sosial
melandaskan diri pada riset eksperimental (Peneliti secara sistematik mengubah
faktor-faktor kunci dalam suatu situasi sosial tertentu, kemudian mengobservasi
efeknya terhadap perilaku-perilaku yang spesifik). Sosiologi, antropologi,
serta ilmu politik lebih menekankan pada observasi dan lebih menekankan pada
proses-proses kelompok ketimbang terhadap prilaku individual.
Peran psikolog sosial
Peran yang dapat dilakukan oleh
ahli-ahli psikologi sosial adalah:
Sebagai ilmuwan murni
Tugas atau minat seorang ilmuwan
murni adalah mengembangkan teori-teori umum dengan tingkah laku sosial manusia,
dan menguji deduksi yang ditarik dari teori-teori tersebut dengan cara sejelas
mungkin. Jadi tujuan utama para ilmuwan murni adalah mengembangkan
prinsip-prinsip dasar tentang tingkah laku manusia yang mempunyai kesahihan
tinggi, yang dapat digunakan untuk memahami dan membuat ulasan untuk
menyelesaikan masalah sosial.
Sebagai ilmuwan
terapan
Tugas ilmuwan terapan adalah
mengembangkan teori-teori umum, melalui riset-riset lapanganyang relevan dengan
teori dan masalah yang nyata dihadapi. Sasaran ilmuwan sosial terapan lebih
terarah pada penyelesaian masalah-masalah sosial dalam jangka pendek.
Sebagai profesional
yang membuka praktek
Peran termasuk kedalam kategori
ini adalah pelatih, konsultan, developer komunitas dan pengembang program.
Misalnya seorang pelatih hubungan antara manusia bertugas merancang dan
memfasilitasi situasi belajar yang memungkinkan peserta latihan belajar
menyelesaikan masalah-masalah sosial yang dihadapinya dalam lingkungan pribadi
maupun organisasi.
BAB II
Teori
Dalam Psikologi Sosial
Para Ahli psikologi sosial seperti juga ilmuwan lainnya, berusaha untuk
memahami fenomena yang diteliti. Bila suatu fenomena dipahami, maka fenomena
tersebut dapat diprediksi sejauh variabel-variabel yang relevan dapat
diketahui, dapat dikontrol dan dapat dikuasai.
Dalam usaha memahami perilaku
sosial, ahli-ahli psikologi sosial menggunakan pengalaman maupun teori.
Pengalaman menyediakan data mentah yang merupakan dasar bagi pemahaman perilaku
sosial, sedangkan teori mengorganisir pengalaman-pengalaman sedemikian rupa
sehingga dapat dikumpulkan tentang perilaku sosial yang lebih umum.
Pengalaman-pengalaman yang
memenuhi kriteria tertentu saja yang dapat diterima untuk membentuk pengetahuan
ilmiah, kriteria tersebut adalah sebagai berikut :
·
Dilandaskan pada observasi
objektif, terkontrol
·
Bersifat publik
·
Dapat diulangi
Teori dan orientasi
Teori adalah seperangkat
pernyataan, yang dapat dipahami orang lain, yang membuat prediksi-prediksi
(dugaan-dugaan) tentang peristiwa-peristiwa empirik (mandler & Kessen).
Teori adalah seperangkat
hipotesis yang berhubungan dan tersusun secara sistematik mengikuti
kaidah-kaidah ilmiah yang memungkinkan ilmuwan untuk memahami, menjelaskan dan
memprediksi sejumlah gejala yang beragam ( Severy, Brigham, & Shlenker).
Orientasi mengacu pada
pendekatan umum terhadap analisis dan interpretasi perilaku. Orientasi
menyajikan kerangka kerja umum dan di dalam kerangka inilah teori-teori
dirumuskan.
Fungsi teori
Memungkinkan untuk mencakup
sejumlah besar data empirik ke dalam proposisi-proposisi yang relatif sedikit
jumlahnya. Memungkinkan untuk mengatasi data empirik serta melihat
implikasa-implikasi dan hubungan yang tidak terdapat pada suatu data tunggal.
Merupakan perangsang dan pengarah bagi penelitian empirik yang berikutnya.
Memiliki fungsi antisipatorik, prediksi.
Karakteristik teori
yang baik
1.
Karakteristik yang diperlukan :
·
Konsisten secara logik (internally
consistent)
·
Sesuai dengan data yang diketahui
(prediksi-prediksi dari teori sesuai dengan fakta yang telah diketahui dan
observasi-observasi kemudian hari).
·
Dapat diujikan, memungkinkan untuk
disangkal
2.
Karakteristik-karakteristik yang
diharapakan :
·
Sederhana, baik deskripsi maupun
deduksinya
·
Ekonomis, menjelaskan suatu
fenomena dengan mengugunakan sedikit mungkin prinsip-prinsip
·
Selaras (konsisten) dengan
teori-teori yang berkaitan yang mempunyai kemungkinan benar yang tinggi.
·
Dapat dikaitkan dengan dunia yang
riil.
·
Merupakan landasan bagi
penelitian.
Masalah-masalah
pembentukan teori dalam psikologi sosial
1.
Masalah definisi
·
Sulitnya terminologi
·
Sulitnya definisi yang ‘pasti’,
tidak taksa (ambigous)
2.
Masalah keandalan
·
Masalah pengukuran : relatif
·
Sumber data : design experiment
·
Kontrol eksperimen : gejala sosial;
kompleks, banyak variabel
·
Faktor peneliti : bias
Lingkup teori
·
Kekomprehensifan
(comprehensiveness), tentang fenomena yang dapat dicakup oleh teori penerapan
·
Keterbatasan (restictiveness),
kualifikasi-kualifikasi yang harus dipenuhi oleh proposisi-proposisi yang ada
dalam teori.
·
Keluasan berlakunya (generality),
seberapa jauh suatu teori dapat diperluas untuk mencakup situasi-situasi dan
kejadian-kejadian yang secara spesifik tidak termasuk dalam fenomena yang
dijelaskan oleh teri tersebut.
Ketiga aspek tersebut di atas saling
berkaitan erat.
Orientasi
teori-teori psikologi sosial
Orientasi stimulus
respon
Pada awalnya beranjak dari
pengamatan di dalam eksperimen, proses belajar dan reinforcement. Dipelopori
oleh Thorndike (1898) dan Pavlov (1902).
Beberapa prinsip
yang diajukan :
1.
Law of exercise (thorndike)
Semakin sering suatu stimulus (S)
diikuti oleh suatu Respon (R) tertentu, semakin besar kemungkinan terbentuknya
hubungan antara stimulus dan respon tersebut (S-R).
2.
Law of effects (thorndike)
Apabila kaitan antara suatu stimulus (S)
dengan suatu respon (R) memberi dampak positif atau kondisi yang memuaskan bagi
individu, kaitan S-R tersebut akan
semakin kuat dan cenderung akan diulangi. Sebliknya, apabila kaitan S-R memberi
dampak negatif atau kondisi yang tidak memuaskan bagi individu, kaitan S-R
tersebut akan melemah dan akan dihindari (tidak dikurangi).
Persepsi
sosial
Persepsi
sosial adalah proses yang memungkinkan kita untuk mengetahui dan mengerti
orang-orang di sekitar kita ( Baron & Byrne, Social Psycology:
Understanding Human Interaction). Persepsi sosial adalah kesadaran tentang
objek-objek sosial atau kejadian-kejadian sosial (J.P. Chalpin, Dictionary of
Psycology). Persepsi sosial adalah persepsi yang mengandung nilai sosial
Kumpulan Konsep-konsep dalam Psikologi Sosial,
Mahasiswa FP-UKM Angkatan 78, bimbingan Dra. Arlina Gunarya).
Untuk
berlangsungnya suatu persepsi sosial harus ada empat syarat, yaitu :
1.
Ada objeknya
2.
Ada alat indera yang berfungsi
dengan baik
3.
Ada perhatian individu, yang
membuat persepsi menjadi selektif. Tidak semua objek/kejadian lingkungan akan
masuk kedalam persperi seseorang pada suatu saat tertentu.
4.
Adanya pemaknaan/pemberian arti.
Menginterpretasi rangsang yang masuk sehingga diperoleh makna tertentu.
Respon individu terhadap
lingkungan dan perilaku sosialnya dibentuk oleh pandanganya tentang lingkungan.
Citra tentang lingkungan pada setiap orang bersifat individual, tidak ada dua
orang yang mempunyai dunia kognitif yang persis sama. Cara ini dipengaruhi oleh
berbagai hal, antara lain :
·
Lingkungan fisik dan sosialnya
·
Struktur fisiologi
·
Keinginan-keinginan dan tujuanya
·
Pengalaman masa lalunya
Dua sumber kesalahan utama yang
sering ditemukan dalam usaha menggambarkan dunia kognitif ialah :
1.
Kecenderungan untuk menggambarkan
dunia kognitif individu sebagaimana yang dilihat oleh sang ilmuwan, bukan
sebagaimana dilihat oleh individu yang bersangkutan.
2.
Menerapkan deduksi logiknya
sendiri kedunia kognitif individu yang di amati.
Proposisi-proposisi dari Krech, Crutchfield dan Ballachey
Kognisi individu
terorganisasi secara selektif
Proposisi ini mengandung
tiga pengertian :
1.
Individu melihat objek-objek yang
teroganisir, objek-objek yang mempunyai arti.
2.
Hanya objek-objek tertentu saja
yang masuk ke dalam dunia kognisi iindividu.
3.
Hanya karakteristik-karakteristik
tertentu dari objek, yang masuk ke dalam dunia kognisi individu.
Dua determinan utama dalam
organisasi kognitif, yaitu :
1.
Faktor stimulus, yaitu faktor yang
berasal dari objeknya sendiri, meliputi pengulangan(frekuensi), intensitas,
gerak dan perubahan, serta jumlah stimulus.
2.
Faktor pribadi, yaitu faktor yang
berasal dari diri individu sendiri meliputi :
·
Kebutuhan-dipengaruhi oleh latar
belakang budaya, sikap dan nilai.
·
Kesiagaan mental
·
Suasana hati
Faktor pribadi akan
membatasi “span of apprehension”, dalam arti :
1.
Membatasi jumlah objek yang dapat
dipersepsipada suatu saat tertentu
2.
Meningkatkan kepekaan terhadap
objek-objek atau karakteristik-karakteristik tertentu dan merendahkan kepekaan
terhadap objek-objek atau karakteristik-karakteristik yang lain.
3.
Dampak medistorsi kognisi tentang
objek-objek lain yang relevan agar ‘sesuai/cocok’ dengan dirinya.
Kognisi perkembangan dalam
suatu sistem tertentu yang selaras dengan prinsip belajar dan organisasi
stimulus
Perkembangan sistem kognitif mengikuti prinsip gestalt
(prinsip kedekatan dan prisip kesamaan). Dalam pengelompokkan objek-objek di
dalam dunia kognitif, dapat dilihat adanya:
·
Pengelompokkan berdasarkan faktor
stimulus
·
Pengelompokkan berdasarkan hasil
belajar
·
Pengelompokkan berdasarkan hubungan
kausal
Perlu diingat bahwa “dekat” atau “jauh”nyasuatu objek
dengan objek yang lain selalu dalam pengertian “jarak psikologik”, yaitu jarak
sebagaimana yang nampak bagi individu.
Properties kognisi dari
suatu subsistem dipengaruhi oleh sistem keseluruhan dimana kognisi itu
merupakan bagiannya
Bila seseorang mengamati suatu objek, ia akan mempersepsi
objek tersebut sebagai bagian dari keseluruhan, sehingga persepsinya mengenal
onjek tersebut akan diberi corak sesuai dengan segala hal yang telah ia tangkap
(ketahui) mengenai keseluruhan tersebut, sesuai dengan kerangkaa kognisinya.
Kerangka kognisi atau kerangka acuan atau “Frame of
Reference” adalah bagian dari kognisi yang sudah diolah dan menjadi acuan bagi
persepsinya. Krangka acuan juga berperan pada saat berlangsungnya fenomena
psikologik lain, seperti judgement, efektifitas berpikir.
Perubahan kognitif
dipengaruhi oleh perubahan informasi dan keinginan individu
Informasi baru dapat mengubahcara pandang seseorang namun
perlu diingat :
·
Informasi yang sama dapat
menyebabkan perubahan yang sangat berbeda pada individu-individu yang memiliki
kognisi yang serupa.
·
Seringkali perubahan kognitif lebih
disebabkan oleh perubahan keinginan individu daripada oleh masuknya informasi
baru.
Perubahan kognitif kegiatan
ditentukan oleh karakteristik sistem kognitif yang telah dimilki
Dampak perubahan keinginan dan informasi pada perubahan
kognitif tergantung pada karakteristik sistem kognitif yang dimiliki. Hubungan
antara keefektifan suatu informasi dalam menyebabkan erubahan kkognitif dengan
multipleksitas, konsonansi, dan kesaling berjalinan kognitif yang dimilki
individu, sangatlah kompleks.
Tiga karakteristik kognitif adalah :
1.
Multipleksitas
Mengacu pada jumlah dan variasi isi kognisi di dalam
sistem kognitif :
·
Sistem kognitif yang sederhana
(simpleks)
·
Sistem kognitif yang kompleks dan
terdiferensiasi
2.
Konsonansi
Mengacu pada kesesuaian, keselarasan, keharmonisan
antar isi kognisi di dalam sistem kognitif. Elemen-elemen kognisi seseorang
mungkin :
·
Saling bersesuaian, salaras,
kongruen, harmonis
·
Saling bertentangan, tidak selaras,
inkongruen
Contoh :
Seorang mempunyai seperangkat keyakinan yang saling bersesuaian
tentang hal-hal agamawi. Ia yakin bahwa hirarki dalam organisasi gereja,
pendeta dan pekerja gereja saling terkait secara harmonis dalam rangka
menciptakan damai di bumi dan kesejahteraan umat manusia. Individu lain mungkin
mempunyai perangkat-perangkat keyakinaan agamawi yang kuranga harmonis. Sistem
kognitifnya mungkin berisi dogma agama dan pekerja gereja diadakanuntuk membawa
damai di bumi dan kesejahteraan umat manusia, tetapi hirarki gereja dipandang
nya sebagai alat untuk memperoleh kekuasaan atas orang lain, ssekalipun harus
mengorbankan kesejahteraan manusia (bahkan mungkin mengorbankan konflik dan
perang).
Perbedaan derajat kongruitas atau inkongruitas di
dalam isi kognisi yang berkaitan atau menentukan derajat konsonansi kognitif
variasi derajat konsonansi kognitif dap terjadi diantara isi-isi kognisi dalam
suatu sistem kognitif, atau diantara sistem kognitif yang satu dengan sistem
kognitif yang lain. Biasanya sistem kognitif yang simpleks cenderung lebih
tinggi konsonansinya sibandingkan dengan sistem yang kognitifnya multipleks.
Pada individu lain yang sistem kongitifnya tidak begitu konsonan, dapat muncul
perilaku yang tidak selaras dengan prinsipnya tentang sesuatu. Inilah sebabnya,
seorang pemuka agama biasanya bisa menjalankan praktek dagang dengan menipu.
3.
Interconnectedness
Mengacu pada keterkaitan antar sistem kognitf.
Terpisah (terisolasi) dari sistem-sistem kognitif yang lain, dapat pula saling
berhubungan. Interconnectdness antar sistem kognitif. Sistem kognitif agamawi seseorang
mungkin relatif terisolasi dari sistem-sistem kognitifnya tentang hal-hal lain.
Pada individu lain, sistem kognitif agamawinya merupakan bagian dari kelompok
besar dari sistem kognitif, meliputi sistem kogntif ekonomik, politik,
filosofik, dan sebagainya.
Fakta yang
bertentangan dengan sistem kognitif yang dimiliki mungkin dapat menyebabkan
perubahan sistem kognitif, mungkin juga tidak. Dalam hal ini kedua, individu
tetap berpegang pada sistem kognitifnya dengan memgang fakta tersebut tidak
benar. Seringkali pula sistem kognitif menolak perubahan yang radikal dengan
cara membentuk subsistmen yang baru fakta yang tidak sesuai dengan sistem
kognitifnya dimasukkan kedalam subsistmen kelompok “kekecualian”.
Ada sistem kognitif yang lebih peka untuk berubah
daripada sistem kognitif yang lain. Suatu informasi dapat mempunyai dampak yang
menentukan tehadap sistem kognitif yang simpleks dan tidak terdiferensiasi,
sedangkan terhadap sistem kognitif yang multipleks, dampaknya relatif kecil.
Pada sistem kognitif yang saling berjalinan, masalahnya
lebih kompleks. Informasi baru yang mengena pada suatu sistem kognitif dapat
memberi dampak pada sistem-sistem kognitif yang lain. Sebaliknya, dapat juga
terjadi penolakan terhadap perubahan-perubahan dalam suatu sistem kognitif
karena sistem-sistem itu saling mendukung untuk mempertahankan diri.
Perubahan kognitif untuk
sebagian ditentukan oleh faktor-faktor kepribadian
Kemampuan intelektual
Individu dengan kemampuan intelektual yang tinggi lebih
mampu mereorganisasi sistem kognitifnya (mengolah dan memasukkan
informasi-informasi baru kedalam kognitifnya). Sebaliknya individu –individu
yang kurang inteligen cenderung menelan mentah-mentah informasi dari luar,
mudah berubah pendapat dan keyakinannya. Kemampuan intelektual menentukan
kualitas reskturisasi sistem kognitif yang dapat dicapai individu.
Toleransi terhadap ketaksaan
dan disonansi
Ada orang-orang yang mentolerir ketaksaan kognitif
(hal-hal yang inkonsisten). Orang-orang ini menunjukkan kecenderungan
mendikotomi dunia, tidak mengenal nuansa. Segala hal dikelompokkan ke dalam
kutub-kutub ekstrim, memandang dunia sebagaihitam-putih. Sepenuhnya baik atau
sepenuhnya buruk. Bila menghadapi situasi yang taksa, mereka cenderung untuk
memastikan dan menempatkan hal tersebut pada kutub-kutub ekstrim. Orang-orang
yang tidak toleran terhadap ketaksaan relatif “tertutup” terhadap informasi
baru yang dapat meningkatkan multipleksitas sistem kognitif.
Ketertutupan jiwa
Ketertutupan jiwa ditandai oleh tingginya penolakan
terhadap informasi yang bertentangan dengan pendapat atau dunia kognitif yang
dimilikinya.
Cara-cara khas individu
dalam menghadapi rintangan
Pola respon individu terhadap rintangan berbeda-beda, ada
yang cenderung bereaksi dengan cara yang agresif, ada yang menghindar, ada yang
menarik diridan sebagainya. Orang-orang yang memiliki pola reaksi agresif dalam
menghadapi rintangan cenderung lebih mudah menerima perangkat-perangkat
kognitif yang berkenaan dengan revolusioner yang keras, sedangkan orang yang
mempunyai pola reaksi menarik diri, relatif kebal terhadap perangkat-perangkat
kognisi seperti itu.
Comments
Post a Comment