ASUHAN KEPERAWATAN OSTEOPOROSIS
ASUHAN
KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN OSTEOPOROSIS
Oleh :
Km Ita Wirasadi
a.
Pengertian
Osteoporosis
adalah kondisi terjadinya penurunan densitas/matriks/massa tulang, peningkatan
porositas tulang, dan penurunan proses mineralisasi disertai dengan kerusakan
arsitektur mikro jaringan tulang yang mengakibatkan penurunan kekokohan tulang
sehingga tulang menjadi mudah patah (buku ajar asuhan keperawatan klien
gangguan system musculoskeletal)
Penyakit
osteoporosis adalah berkurangnya kepadatan tulang yang progresif, sehingga
tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Tulang terdiri dari mineral-mineral
seperti kalsium dan fosfat, sehingga tulang menjadi keras dan padat. Jika tubuh
tidak mampu mengatur kandungan mineral dalam tulang, maka tulang menjadi kurang
padat dan lebih rapuh, sehingga terjadilah osteoporosis (www.mediacastore.com)
b.
Penyebab osteoporosis
Ada 2
penyebab utama osteoporosis, yaitu :
•
Pembentukan massa puncak tulang yang kurang baik selama masa pertumbuhan dan
meningkatnya pengurangan massa tulang setelah menopause.
Massa
tulang meningkat secara konstan dan mencapai puncak sampai usia 40 tahun, pada
wanita lebih muda sekitar 30-35 tahun. Walaupun demikian tulang yang hidup
tidak pernah beristirahat dan akan selalu mengadakan remodelling dan
memperbaharui cadangan mineralnya sepanjang garis beban mekanik. Faktor
pengatur formasi dan resorpsi tulang dilaksanakan melalui 2 proses yang selalu
berada dalam keadaan seimbang dan disebut coupling. Proses coupling ini
memungkinkan aktivitas formasi tulang sebanding dengan aktivitas resorpsi
tulang. Proses ini berlangsung 12 minggu pada orang muda dan 16-20 minggu pada
usia menengah atau lanjut. Remodelling rate adalah 2-10% massa skelet per
tahun. Proses remodelling ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor
lokal yang menyebabkan terjadinya satu rangkaian kejadian pada konsep
Activation – Resorption – Formation (ARF). Proses ini dipengaruhi oleh protein
mitogenik yang berasal dari tulang yang merangsang preosteoblas supaya membelah
membelah menjadi osteoblas akibat adanya aktivitas resorpsi oleh osteoklas.
Faktor lain yang mempengaruhi proses remodelling adalah faktor hormonal. Proses
remodelling akan ditingkatkan oleh hormon paratiroid, hormon pertumbuhan dan
1,25 (OH)2 vitamin D. Sedang yang menghambat proses remodelling adalah
kalsitonin, estrogen dan glukokortikoid. Proses-proses yang mengganggu
remodelling tulang inilah yang menyebabkan osteoporosis.
•
Gangguan pengaturan metabolisme kalsium dan fosfat.
Gangguan
metabolisme kalsium dan fosfat dapat dapat terjadi karena kurangnya asupan
kalsium, sedangkan menurut RDA konsumsi kalsium untuk remaja dewasa muda
1200mg, dewasa 800mg, wanita pasca menopause 1000 – 1500mgmg, sdangkan pada
lansia tidak terbatas walaupun secara normal pada lansia dibutuhkan 300-500mg.
oleh karena pada lansia asupan kalsium kurang dan ekskresi kalsium yang lebih
cepat dari ginjal ke urin, menyebabkan lemahnya penyerapan kalsium. Selain itu,
ada pula factor risiko yang dapat mencetuskan timbulnya penyakit osteoporosis yaitu
:
Faktor
resiko yang tidak dapat diubah :
- usia,
lebih sering terjadi pada lansia
- jenis
kelamin, tiga kali lebih sering pada wanita dibandingkan pada pria. Perbedaan
ini mungkin disebabkan oleh factor hormonal dan rangka tulang yang lebih kecil
- Ras,
kulit putih mempunyai risiko paling tinggi
-
Riwayat keluarga/keturunan, pada keluarga yang mempunyai riwayat osteoporosis,
anak-anak
yang
dilahirkan juga cenderung mempunyai penyakit yang sama
-Bentuk
tubuh, adanya kerangka tubuh yang lemah dan scoliosis vertebramenyebabkan
penyakit ini. Keadaan ini terutam trejadi pada wanita antara usia
50-60tahundengan densitas tulang yang rendah dan diatas usia 70tahun dengan BMI
yang rendah.
Factor
risiko yang dapat diubah :
-
Merokok
-
Defisisensi vitamin dan gizi (antara lain protein), kandungan garam pada
makanan, peminum alcohol dan kopi yang berat. Nikotin dalam rokok menyebabkan
melemahnya daya serap sel terhadap kalsiumdari darah ke tulang sehingga
pembentukan tulang oleh osteoblast menjadi melemah. Mengkonsumsi kopi lebih
dari 3 cangkir perhari menyebabkan tubuh selalu ingin berkemih. Keadaan
tersebut menyebabkan banyak kalsium terbuang bersama air kencing.
- Gaya
hidup, aktivitas fisik yang kurang dan imobilisasi dengan penurunan penyangga
berat
badan
merupakan stimulus penting bagi resorspi tulang. Beban fisik yang terintegrasi
merupakan
penentu dari puncak massa tulang
-
Gangguan makan (anoreksia nervosa)
-
Menopause dini, menurunnya kadar estrogen menyebabkan resorpsi tulang menjadi
lebih
cepat
sehingga akan terjadi penurunan massa tulang yang banyak.
-
Penggunaan obat-obatan tertentu seperti diuretic, glukokortikoid,
antikonvulsan, hormone
tiroid
berlebihan, dan kortikosteroid.
c.
Epidemiologi/insiden kasus
Penyakit
ini 2-4 kali lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pria. Dari seluruh
klien, satu diantara tiga wanita yang berusia diatas 60 tahun dan satu diantara
enam pria yang berusia diatas 75tahun akan mengalami patah tulang akibat
kelainan ini. Namun tidak semua wanita memiliki resiko yang sama untuk
menderita osteoporosis postmenopausal, wanita kulit putih dan daerah timur
lebih mudah menderita penyakit ini daripada wanita kulit hitam. Menurut
penelitian, 24% dari wanita umur 40-59tahun sudah mengalami osteoporosis dan
62% wanita berumur 60-70tahun mengalami osteoporosis (www.medicastore.com).
Di
Indonesia prevalensi osteoporosis untuk umur kurang dari 70 tahun untuk wanita
sebanyak 18-36% sedangkan pria 20-27%, untuk umur diatas 70 tahun untuk wanita
53,6% sedangkan pria 38%.
Dan
menurut yayasan osteoporosis internasional, lebih dari 50% keretakan
osteoporosis pinggang diseluruh dunia kemungkinan terjadi di Asia pada 2050,
mereka yang terserang rata-rata berusia diatas 50 tahun.
Sedangkan
menurut Depkes, 2006, dua dari lima orang di Indonesia memiliki resiko terkena
penyakit osteoporosis.
Hasil
penelitian Persatuan Osteoporosis Indonesia (PEROSI) tahun 2006 menemukan bahwa
sebanyak 38% pasien yang datang untuk memeriksakan densitas tulang mereka di
Makmal Terpadu FKUI Jakarta ternyata terdeteksi menderita osteoporosis sebanyak
14,7% sedangkan di Surabaya sebanyak 26% pasien dinyatakan positif
osteoporosis.
d.
Patofisiologi
Osteoforosis
terjadi karena adanya interaksi yang menahun antara factor genetic dan factor
lingkungan.
Factor
genetic meliputi:
- usia
jenis kelamin, ras keluarga, bentuk tubuh, tidak pernah melahirkan.
Factor
lingkungan meliputi:
-
merokok, Alcohol, Kopi, Defisiensi vitamin dan gizi, Gaya hidup, Mobilitas,
anoreksia nervosa dan pemakaian obat-obatan.
Kedua
factor diatas akan menyebabkan melemahnya daya serap sel terhadap kalsium dari
darah ke tulag, peningkatan pengeluaran kalsium bersama urin, tidak tercapainya
masa tulang yang maksimal dengan resobsi tulang menjadi lebih cepat yang
selanjutnya menimbulkan penyerapan tulang lebih banyak dari pada pembentukan
tulang baru sehingga terjadi penurunan massa tulang total yang disebut
osteoporosis.
e.
Klasifikasi
•
Osteoporosis primer
- Tipe 1
adalah tipe yang terjadi pada wanita pascamenopause
- Tipe 2
adalah tipe yang terjadi pada orang usia lanjut baik pria maupun wanita
•
Osteoporosis sekunder
Osteoporosis
sekunder terutama disebabkan oleh penyakit-penyakit tulang erosif misalnya
mieloma multiple, hipertirodisme, hiperparatiroidisme dan akibat obat-obatan
yang toksik untuk tulang (misalnya ; glukokortikoid). Jenis ini ditemukan pada
kurang lebih 2-3 juta klien.
•
Osteoporosis Idiopatik
Osteoporosis
yang tidak diketahui penyebabnya dan ditemukan pada :
- Usia
kanak-kanak (juvenile)
- Usia
remaja (adolesen)
- Wanita
pra-menopause
- Pria
usia pertengahan
f.
Gejala klinis/manifestasi klinis
• Nyeri
tulang akut.. Nyeri terutama terasa pada tulang belakang, nyeri dapat dengan
atau tanpa fraktur yang nyata dan nyeri timbul mendadak.
• Nyeri
berkurang pada saat beristirahat di tempat tidur
• Nyeri
ringan pada saat bangun tidur dan akan bertambah bila melakukan aktivitas
•
Deformitas tulang. Dapat terjadi fraktur traumatic pada vertebra dan
menyebabkan kifosis angular yang menyebabkan medulla spinalis tertekan sehingga
dapat terjadi paraparesis.
•
Gambaran klinis sebelum patah tulang, klien (terutama wanita tua) biasanya
datang dengan nyeri tulang belakang, bungkuk dan sudah menopause sedangkan
gambaran klinis setelah terjadi patah tulang, klien biasanya datang dengan
keluhan punggung terasa sangat nyeri (nyeri punggung akut), sakit pada pangkal
paha, atau bengkak pada pergelangan tangan setelah jatuh.
•
Kecenderungan penurunan tinggi badan
• Postur
tubuh kelihatan memendek
g.
Pemeriksaan fisik
• B1
(breathing )
Inspeksi
: ditemukan ketidaksimetrisan rongga dada dan tulang belakang
Palpasi
: traktil fremitus seimbang kanan dan kiri
Perkusi
: cuaca resonan pada seluruh lapang paru
Auskultasi
: pada usia lanjut biasanya didapatkan suara ronki
• B2
(blood)
Pengisian
kapiler kurang dari 1 detik sering terjadi keringat dingin dan pusing, adanya
pulsus perifer memberi makna terjadi gangguan pembuluh darah atau edema yang
berkaitan dengan efek obat
• B3
(brain)
Kesadaran
biasanya kompos mentis, pada kasus yang lebih parah klien dapat mengeluh pusing
dan gelisah
• B4
(Bladder)
Produksi
urine dalam batas normal dan tidak ada keluhan padasistem perkemihan
• B5
(bowel)
Untuk
kasus osteoporosis tidak ada gangguan eleminasi namun perlu dikaji juga
frekuensi, konsistensi, warna serta bau feses
• B6
(Bone)
Pada
inspeksi dan palpasi daerah kolumna vertebralis, klien osteoporosis sering
menunjukkan kifosis atau gibbus (dowager’s hump) dan penurunan tinggi badan.
Ada perubahan gaya berjalan, deformitas tulang, leg-length inequality dan nyeri
spinal. Lokasi fraktur yang terjadi adalah antara vertebra torakalis 8 dan
lumbalis 3
h.
Pemeriksaan diagnostic/penunjang
•
Pemeriksaan laboratorium (misalnya : kalsium serum, fosfat serum, fosfatase
alkali, eksresi kalsium urine,eksresi hidroksi prolin urine, LED)
• Pemeriksaan
x-ray
•
Pemeriksaan absorpsiometri
•
Pemeriksaan Computer Tomografi (CT)
•
Pemeriksaan biopsi
i.
Diagnosis/criteria diagnosis
Diagnosis
osteoporosis dapat ditegakkan dari hasil pemeriksaan :
•
Radiology
•
Pengukuran massa tulang
•
Pemeriksaan lab kimiawi
•
Pengukuran densitas tulang
•
Pemeriksaan marker biokemis
• Biospi
• Dan
memperhatikan factor resiko (wanita, umur, ras, dsb)
j.
Terapi/penatalaksanaan
• Diet
kaya kalsium dan vitamin D yang mencukupi sepanjang hidup, dengan peningkatan
asupan kalsium pada permulaan umur pertengahan dapat melindungi terhadap
demineralisasi tulang
• Pada
menopause dapat diberikan terapi pengganti hormone dengan estrogen dan
progesterone untuk memperlambat kehilangan tulang dan mencegah terjadinya patah
tulang yang diakibatkan.
•
Medical treatment, oabt-obatan dapat diresepkan untuk menangani osteoporosis
termasuk kalsitonin, natrium fluoride, dan natrium etridonat
•
Pemasangan penyangga tulang belakang (spinal brace) untuk mengurangi nyeri
punggung
k.
Komplikasi
Osteoporosis
mengakibatkan tulang secara progresif menjadi panas, rapuh dan mudah patah.
Osteoporosis sering mengakibatkan fraktur. Bisa terjadi fraktur kompresi
vertebra torakalis dan lumbalis, fraktur daerah kolum femoris dan daerah
trokhanter, dan fraktur colles pada pergelangan tangan
l.
Prognosis
Kondisi
kronis merupakan salah satu penyebab utama kecacatan pada pria dan wanita.
Kompresi fraktur pada tulang belakang menyebabkan rasa tidak nyaman dan
mengganggu pernafasan.
KONSEP
DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A.
PENGKAJIAN
1.
Anamnesis
•
Riwayat kesehatan. Anamnesis memegang peranan penting pada evaluasi klien
osteoporosis. Kadang keluhan utama (missal fraktur kolum femoris pada
osteoporosis). Factor lain yang perlu diperhatikan adalah usia, jenis kelamin,
ras, status haid, fraktur pada trauma minimal, imobilisasi lama, penurunan
tinggi badan pada orang tua, kurangnya paparan sinar matahari, kurang asupan
kalasium, fosfat dan vitamin D. obat-obatan yang diminum dalam jangka panjang,
alkohol dan merokok merupakan factor risiko osteoporosis. Penyakit lain yang
juga harus ditanyakan adalah ppenyakit ginjal, saluran cerna, hati, endokrin
dan insufisiensi pancreas. Riwayat haid , usia menarke dan menopause,
penggunaan obat kontrasepsi, serta riwayat keluarga yang menderita osteoporosis
juga perlu dipertanyakan.
•
Pengkajian psikososial. Perlu mengkaji konsep diri pasien terutama citra diri
khususnya pada klien dengan kifosis berat. Klien mungkin membatasi interaksi
social karena perubahan yang tampak atau keterbatasan fisik, misalnya tidak
mampu duduk dikursi dan lain-lain. Perubahan seksual dapat terjadi karena harga
diri rendah atau tidak nyaman selama posisi interkoitus. Osteoporosis
menyebabkan fraktur berulang sehingga perawat perlu mengkaji perasaan cemas dan
takut pada pasien.
• Pola
aktivitas sehari-hari. Pola aktivitas dan latihan biasanya berhubungan dengan
olahraga, pengisian waktu luang dan rekreasi, berpakaian, mandi, makan dan
toilet. Beberapa perubahan yang terjadi sehubungan dengan dengan menurunnya
gerak dan persendian adalah agility, stamina menurun, koordinasi menurun, dan
dexterity (kemampuan memanipulasi ketrampilan motorik halus) menurun.
Adapun
data subyektif dan obyektif yang bisa didapatkan dari klien dengan osteoporosis
adalah :
• Data
subyektif :
- Klien
mengeluh nyeri tulang belakang
- Klien
mengeluh kemampuan gerak cepat menurun
- Klien
mengatakan membatasi pergaulannya karena perubahan yang tampak dan keterbatasan
gerak
- Klien
mengatakan stamina badannya terasa menurun
- Klien
mengeluh bengkak pada pergelangan tangannya setelah jatuh
- Klien
mengatakan kurang mengerti tentang proses penyakitnya
- Klien
mengatakan buang air besar susah dan keras
• Data
obyektif ;
- tulang
belakang bungkuk
-
terdapat penurunan tinggi badan
- klien
tampak menggunakan penyangga tulang belakang (spinal brace)
-
terdapat fraktur traumatic pada vertebra dan menyebabkan kifosis angular
- klien
tampak gelisah
- klien
tampak meringis
2.
Pemeriksaan fisik
Pada
pemeriksaan fisik menggunakan metode 6 B(Breathing, blood, brain, bladder,
bowel dan bone) untuk mengkaji apakah di temukan ketidaksimetrisan rongga dada,
apakah pasien pusing, berkeringat dingin dan gelisah. Apakah juga ditemukan
nyeri punggung yang disertai pembatasan gerak dan apakah ada penurunan tinggi
badan, perubahan gaya berjalan, serta adakah deformitas tulang
3.
Pemeriksaan diagnostic
-
Radiology
- CT
scan
-
Pemeriksaan laboratorium
B.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Masalah
yang biasa terjadi pada klien osteoporosis adalah sebagai berikut :
1. Nyeri
akut yang berhubungan dengan dampak sekunder dari fraktur vertebra ditandai
dengan klien mengeluh nyeri tulang belakang, mengeluh bengkak pada pergelangan
tangan, terdapat fraktur traumatic pada vertebra, klien tampak meringis
2.
Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan disfungsi sekunder akibat
perubahan skeletal (kifosis) , nyeri sekunder, atau fraktur baru ditandai
dengan klien mengeluh kemampuan gerak cepat menurun, klien mengatakan badan
terasa lemas, stamina menurun, dan terdapat penurunan tinggi badan
3.
Risiko cedera yang berhubungan dengan dampak sekunder perubahan skeletal dan
ketidakseimbangan tubuh ditandai dengan klien mengeluh kemampuan gerak cepat
menurun, tulang belakang terlihat bungkuk
4.
Kurang perawatan diri yang berhubungan dengan keletihan atau gangguan gerak
ditandai dengan klien mengeluh nyeri pada tulang belakang, kemampuan gerak
cepat menurun, klien mengatakan badan terasa lemas dan stamina menurun serta
terdapat fraktur traumatic pada vertebra dan menyebabkan kifosis angular
5.
Gangguan citra diri yang berhubungan dengan perubahan dan ketergantungan fisik
serta psikologis yang disebabkan oleh penyakit atau terapi ditandai dengan
klien mengatakan membatasi pergaulan dan tampak menggunakan penyangga tulang
belakang (spinal brace)
6.
Gangguan eleminasi alvi yang berhubungan dengan kompresi saraf pencernaan ileus
paralitik ditandai dengan klien mengatakan buang air besar susah dan keras
7.
Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi yang
berhubungan dengan kurang informasi, salah persepsi ditandai dengan klien
mengatakan kurang ,mengerti tentang penyakitnya, klien tampak gelisah.
C.
RENCANA INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Nyeri
akut yang berhubungan dengan dampak sekunder dari fraktur vertebra ditandai
dengan klien mengeluh nyeri tulang belakang, mengeluh bengkak pada pergelangan
tangan, terdapat fraktur traumatic pada vertebra, klien tampak meringis
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan nyeri berkurang dengan
criteria hasil klien dapat mengekspresikan perasaan nyerinya, klien dapat
tenang dan istirahat, klien dapat mandiri dalam penanganan dan perawatannya
secara sederhana.
Intervensi
:
•
Evaluasi keluhan nyeri/ketidaknyamanan, perhatikan lokasi dan karakteristik
termasuk intensitas (skala 1-10). Perhatikan petunjuk nyeri nonverbal
(perubahan pada tanda vital dan emosi/prilaku)
R/
Mempengaruhi pilihan/pengawasan keefektifan intervensi
•
Ajarkan klien tentang alternative lain untuk mengatasi dan mengurangi rasa
nyerinya
R/
alternative lain untuk mengatasi nyeri misalnya kompres hangat, mengatur posisi
untuk mencegah kesalahan posisi pada tulang/jaringan yang cedera
• Dorong
menggunakan teknik manajemen stress contoh relaksasi progresif, latihan nafasa
dalam, imajinasi visualisasi, sentuhan teraupetik
R/
Memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa control dan dapat meningkatkan
kemampuan koping dalam manajemen nyeri yang mungkin menetap untuk periode lebih
lama
•
Kolaborasi dalam pemberian obat sesuai indikasi
R/
diberikan untuk menurunkan nyeri.
2.
Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan disfungsi sekunder akibat
perubahan skeletal (kifosis) , nyeri sekunder, atau fraktur baru ditandai
dengan klien mengeluh kemampuan gerak cepat menurun, klien mengatakan badan
terasa lemas, stamina menurun, dan terdapat penurunan tinggi badan
Tujuan :
setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien mampu melakukan
mobilitas fisik dengan criteria hasil klien dapat meningkatkan mobilitas fisik,
berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan/diperlukan, klien mampu
melakukan aktivitas hidup sehari-hari secara mandiri
• Kaji tingkat
kemampuan klien yang masih ada
R/
sebagai dasar untuk memberikan alternative dan latihan gerak yang sesuai dengan
kemampuannya
•
Rencanakan tentang pemberian program latihan, ajarkan klien tentang aktivitas
hidup sehari-hari yang dapat dikerjakan
R/
latihan akan meningkatkan pergerakan otot dan stimulasi sirkulasi darah
•
Berikan dorongan untuk melakukan aktivitas /perawatan diri secara bertahap jika
dapat ditoleransi. Berikan bantuan sesuai kebutuhan
R/
kemajuan aktivitas bertahap mencegah peningkatan kerja jantung tiba-tiba,
memberikan bantuan hanya sebatas kebutuhan akan mendorong kemandirian dalam
melakukan aktivitas
3.
Risiko cedera yang berhubungan dengan dampak sekunder perubahan skeletal dan
ketidakseimbangan tubuh ditandai dengan klien mengeluh kemampuan gerak cepat
menurun, tulang belakang terlihat bungkuk
Tujuan :
cedera tidak terjadi dengan criteria hasil klien tidak jatuh dan tidak
mengalami fraktur, klien dapat menghindari aktivitas yang mengakibatkan fraktur
•
Ciptakan lingkungan yang bebas dari bahaya missal : tempatkan klien pada tempat
tidur rendah, berikan penerangan yang cukup, tempatkan klien pada ruangan yang
mudah untuk diobservasi
R/
menciptakan lingkungan yang aman mengurangi risiko terjadinya kecelakaan
•
Ajarkan pada klien untuk berhenti secara perlahan,tidak naik tangga dan
mengangkat beban berat
R/
pergerakan yang cepat akan memudahkan terjadinya fraktur kompresi vertebra pada
klien osteoporosis
•
Observasi efek samping obat-obatan yang digunakan
R/
obat-obatan seperti diuretic, fenotiazin dapat menyebabkan pusing, mengantuk
dan lemah yang merupakan predisposisi klien untuk jatuh
4.
Kurang perawatan diri yang berhubungan dengan keletihan atau gangguan gerak
ditandai dengan klien mengeluh nyeri pada tulang belakang, kemampuan gerak
cepat menurun, klien mengatakan badan terasa lemas dan stamina menurun serta
terdapat fraktur traumatic pada vertebra dan menyebabkan kifosis angular
Tujuan :
setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan perawatan diri klien
terpenuhi dengan criteria hasil klien mampu mengungkapkan perasaan nyaman dan
puas tentang kebersihan diri, mampu mendemonstrasikan kebersihan optimal dalam
perawatan yang diberikan
• Kaji
kemampuan untuk berpartisipasi dalam setiap aktifitas perawatan
R/ untuk
mengetahui sampai sejauh mana klien mampu melakukan perawatan diri secara
mandiri
• Beri
perlengkapan adaptif jika dibutuhkan misalnya kursi dibawah pancuran, tempat
pegangan pada dinding kamar mandi, alas kaki atau keset yang tidak licin, alat
pencukur, semprotan pancuran dengan tangkai pemegang
R/
peralatan adaptif ini berfungsi untuk membantu klien sehingga dapat melakukan
perawatan diri secara mandiri dan optimal sesuai kemampuannya
•
Rencanakan individu untuk belajar dan mendemonstrasikan satu bagian aktivitas
sebelum beralih ke tingkatan lebih lanjut
R/ bagi
klien lansia, satu bagian aktivitas bisa sangat melelahkan sehingga perlu waktu
yang cukup untuk mendemonstrasikan satu bagian dari perawatan diri
5.
Gangguan citra diri yang berhubungan dengan perubahan dan ketergantungan fisik
serta psikologis yang disebabkan oleh penyakit atau terapi ditandai dengan
klien mengatakan membatasi pergaulan dan tampak menggunakan penyangga tulang
belakang (spinal brace)
Tujuan :
setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan klien dapat menunjukkan
adaptasi dan menyatakan penerimaan pada situasi diri dengan criteria hasil
klien mengenali dan menyatu dengan perubahan dalam konsep diri yang akurat
tanpa harga diri negative, mengungkapkan dan mendemonstrasikan peningkatan
perasaan positif
• Dorong
klien mengekspresikan perasaannya khususnya mengenai bagaimana klien merasakan,
memikirkan dan memandang dirinya
R/
ekspresi emosi membantu klien mulai meneerima kenyataan
•
Hindari kritik negative
R/
kritik negative akan membuat klien merasa semakin rendah diri
• Kaji
derajat dukungan yang ada untuk klien
R/
dukungan yang cukup dari orang terdekat dan teman dapat membantu proses
adaptasi
6.
Gangguan eleminasi alvi yang berhubungan dengan kompresi saraf pencernaan ileus
paralitik ditandai dengan klien mengatakan buang air besar susah dan keras
Tujuan :
setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan eleminasi klien tidak
terganggu dengan criteria hasil klien mampu menyebutkan teknik eleminasi feses,
klien dapat mengeluarkan feses lunak dan berbentuk setiap hari atau 3 hari
•
Auskultasi bising usus
R/
hilangnya bising usus menandakan adanya paralitik ileus
•
Observasi adanya distensi abdomen jika bising usus tidak ada atau berkurang
R/
Hilangnya peristaltic(karena gangguan saraf) melumpuhkan usus, membuat distensi
ileus dan usus
• Catat
frekuensi, karakteristik dan jumlah feses
R/
mengidentifikasi derajat gangguan/disfungsi dan kemungkinan bantuan yang
diperlukan
•
Lakukan latihan defekasi secara teratur
R/
program ini diperlukan untuk mengeluarkan feses secara rutin
•
Anjurrkan klien untuk mengkonsumsi makanan berserat dan pemasukan cairan yang
lebih banyak termasuk jus/sari buah
R/meningkatkan
konsistensi feses untuk dapat melewati usus dengan mudah
7.
Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi yang
berhubungan dengan kurang informasi, salah persepsi ditandai dengan klien
mengatakan kurang ,mengerti tentang penyakitnya, klien tampak gelisah
Tujuan :
setelsh diberikan tindakan keperawatan diharapkan klien memahami tentang
penyakit osteoporosis dan program terapi dengan criteria hasil klien mampu
menjelaskan tentang penyakitnya, mampu menyebutkan program terapi yang
diberikan, klien tampak tenang
• Kaji
ulang proses penyakit dan harapan yang akan datang
R/
memberikan dasar pengetahuan dimana klien dapat membuat pilihan berdasarkan
informasi
•
Ajarkan pada klien tentang faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya
osteoporosis
R/
Informasi yang diberikan akan membuat klien lebih memahami tentang penyakitnya
•
Berikan pendidikan kepada klien mengenai efek samping penggunaan obat
R/
suplemen kalsium ssering mengakibatkan nyeri lambung dan distensi abdomen maka
klien sebaiknya mengkonsumsi kalsium bersama makanan untuk mengurangi
terjadinya efek samping tersebut dan memperhatikan asupan cairan yang memadai
untuk menurunkan resiko pembentukan batu ginjal.
D.
EVALUASI
Hasil
yang diharapkan meliputi :
• Nyeri
berkurang
•
Terpenuhinya kebutuhan mobilitas fisik
• Tidak
terjadi cedera
•
Terpenuhinya kebutuhan perawatan diri
• Status
psikologis yang seimbang
•
Menunjukkan pengosongan usus yang normal
•
Terpeneuhinya kebutuhan pengetahuan dan informasi
- Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Osteoporosis
- Pengertian Osteoporosis
Osteoporosis adalah kelainan di mana
terjadi penurunan massa tulang total. Terdapat perubahan pergantian tulang
homeostasis normal, kecepatan resorpsi tulang lebih besar dari kecepatan
pembentukan tulang, pengakibatkan penurunan masa tulang total. Tulang secara
progresif menjadi porus, rapuh dan mudah patah; tulang menjadi mudah fraktur
dengan stres yang tidak akan menimbulkan pengaruh pada tulang normal
(Brunner&Suddarth, 2000).
Osteoporosis adalah gangguan
metabolisme tulang sehingga masa tulang berkurang. Resorpsi terjadi lebih cepat
dari pada formasi tulang, sehingga tulang menjadi tipis (Pusdiknakes, 1995).
Jadi osteoporosis adalah kelainan atau gangguan yang terjadi karena penurunan
masa tulang total.
- Etiologi Osteoporosis
Faktor-faktor yang mempengaruhi
pengurangan massa tulang pada usia lanjut:
- a. Determinan Massa
Tulang
1)
Faktor genetik
Perbedaan genetik mempunyai pengaruh
terhadap derajat kepadatan tulang. Beberapa orang mempunyai tulang yang cukup
besar dan yang lain kecil. Sebagai contoh, orang kulit hitam pada umumnya
mempunyai struktur tulang lebih kuat/berat dari pacia bangsa Kaukasia. Jacii
seseorang yang mempunyai tulang kuat (terutama kulit Hitam Amerika), relatif
imun terhadap fraktur karena osteoporosis
2)
Faktor mekanis
Beban mekanis berpengaruh terhadap
massa tulang di samping faktor genetk. Bertambahnya beban akan menambah massa
tulang dan berkurangnya beban akan mengakibatkan berkurangnya massa tulang.
Dengan perkataan lain dapat disebutkan bahwa ada hubungan langsung dan nyata
antara massa otot dan massa tulang. Kedua hal tersebut menunjukkan respons
terhadap kerja mekanik Beban mekanik yang berat akan mengakibatkan massa otot
besar dan juga massa tulang yang besar. Sebagai contoh adalah pemain tenis atau
pengayuh becak, akan dijumpai adanya hipertrofi baik pada otot maupun tulangnya
terutama pada lengan atau tungkainya; sebaliknya atrofi baik pada otot maupun
tulangnya akan dijumpai pada pasien yang harus istrahat di tempat tidur dalam
waktu yang lama, poliomielitis atau pada penerbangan luar angkasa. Walaupun
demikian belum diketahui dengan pasti berapa besar beban mekanis yang
diperlukan dan berapa lama untuk meningkatkan massa tulang di sampihg faktor
genetik
3)
Faktor makanan dan hormon
Pada seseorang dengan pertumbuhan
hormon dengan nutrisi yang cukup (protein dan mineral), pertumbuhan tulang akan
mencapai maksimal sesuai dengan pengaruh genetik yang bersangkutan. Pemberian
makanan yang berlebih (misainya kalsium) di atas kebutuhan maksimal selama masa
pertumbuhan, disangsikan dapat menghasilkan massa tulang yang melebihi
kemampuan pertumbuhan tulang yang bersangkutan sesuai dengan kemampuan
genetiknya.
- b. Determinan Penurunan
Massa Tulang
1)
Faktor genetik
Faktor genetik berpengaruh terhadap
risiko terjadinya fraktur. Pada seseorang dengan tulang yang kecil akan lebih
mudah mendapat risiko fraktur dari pada seseorang dengan tulang yang besar.
Sampai saat ini tidak ada ukuran universal yang dapat dipakai sebagai ukuran
tulang normal. Setiap individu mempunyai ketentuan normal sesuai dengan sitat
genetiknya serta beban mekanis den besar badannya. Apabila individu dengan
tulang yang besar, kemudian terjadi proses penurunan massa tulang
(osteoporosis) sehubungan dengan lanjutnya usia, maka individu tersebut relatif
masih mempunyai tulang tobih banyak dari pada individu yang mempunyai tulang
kecil pada usia yang sama
2)
Faktor mekanis
Di lain pihak, faktor mekanis
mungkin merupakan faktor yang terpenting dalarn proses penurunan massa tulang
schubungan dengan lanjutnya usia. Walaupun demikian telah terbukti bahwa ada
interaksi panting antara faktor mekanis dengan faktor nutrisi hormonal.
Pada umumnya aktivitas fisis akan menurun dengan bertambahnya usia; dan karena
massa tulang merupakan fungsi beban mekanis, massa tulang tersebut pasti akan
menurun dengan bertambahnya usia.
3)
Kalsium
Faktor makanan ternyata memegang
peranan penting dalam proses penurunan massa tulang sehubungan dengan
bertambahnya Lisia, terutama pada wanita post menopause. Kalsium, merupakan
nutrisi yang sangat penting. Wanita-wanita pada masa peri menopause, dengan
masukan kalsiumnya rendah dan absorbsinya tidak bak, akan mengakibatkan
keseimbangan kalsiumnya menjadi negatif, sedang mereka yang masukan kalsiumnya
baik dan absorbsinya juga baik, menunjukkan keseimbangan kalsium positif. Dari
keadaan ini jelas, bahwa pada wanita masa menopause ada hubungan yang erat
antara masukan kalsium dengan keseimbangan kalsium dalam tubuhnya. Pada wanita
dalam masa menopause keseimbangan kalsiumnya akan terganggu akibat masukan
serta absorbsinya kurang serta eksresi melalui urin yang bertambah. Hasil akhir
kekurangan/kehilangan estrogen pada masa menopause adalah pergeseran
keseimbangan kalsium yang negatif, sejumiah 25 mg kalsium sehari.
4)
Protein
Protein juga merupakan faktor yang
penting dalam mempengaruhi penurunan massa tulang. Makanan yang kaya protein
akan mengakibatkan ekskresi asam amino yang mengandung sulfat melalui urin, hal
ini akan meningkatkan ekskresi kalsium.
Pada umumnya protein tidak dimakan
secara tersendiri, tetapi bersama makanan lain. Apabila makanan tersebut
mengandung fosfor, maka fosfor tersebut akan mengurangi ekskresi kalsium
melalui urin. Sayangnya fosfor tersebut akan mengubah pengeluaran kalsium
melalui tinja. Hasil akhir dari makanan yang mengandung protein berlebihan akan
mengakibatkan kecenderungan untuk terjadi keseimbangan kalsium yang negatif
5)
Estrogen.
Berkurangnya/hilangnya estrogen dari
dalam tubuh akan mengakibatkan terjadinya gangguan keseimbangan kalsium. Hal
ini disebabkan oleh karena menurunnya eflsiensi absorbsi kalsium dari makanan
dan juga menurunnya konservasi kalsium di ginjal.
6)
Rokok dan kopi
Merokok dan minum kopi dalam jumlah
banyak cenderung akan mengakibatkan penurunan massa tulang, lebih-lebih bila
disertai masukan kalsium yang rendah. Mekanisme pengaruh merokok terhadap
penurunan massa tulang tidak diketahui, akan tetapi kafein dapat memperbanyak
ekskresi kalsium melalui urin maupun tinja.
7)
Alkohol
Alkoholisme akhir-akhir ini
merupakan masalah yang sering ditemukan. Individu dengan alkoholisme
mempunyai kecenderungan masukan kalsium rendah, disertai dengan ekskresi lewat
urin yang meningkat. Mekanisme yang jelas belum diketahui dengan pasti .
- Patofisiologi Osteoporosis
Osteoporosis menunjukan adanya penurunan absolut dari jumlah tulang yang
diperlukan sebagai kekuatan penyanggah mekanik. Berkurangnya masa tulang, dan
demikian pula dengan massa otot sesungguhnya berkaitan dengan proses menua.
Hanya apabila berkurangnya (hilangnya) jaringan tulang cukup luas sampai
menimbulkan gejala maka disebut osteoporosis.
Osteoporosis dapat dikategorikan
menjadi 2 kategor, meliputi :
- Primer : bentuk
yang lebih umum
- Sekunder : berkurangnya jaringan tulang
yang berkaitan dengan bermacam-macam sindrom patologik yang jelas. Hal
ini meliputi :
- Malnutrisi sebagai akibat
kekurangan protein dalam diet atau karena sindrom malabsorpsi
- Beberapa kelainan endokrin
seperti sindrom cushing tirotoksikosis
- Immobilisasi yang cukup lama.
Berkurangnya kalsium
dalam diet
Rangsangan sekresi PTH aktivasi
osteoklas rearbsorpsi
kalsium tulang
berkurangnya
meningkatnya
arbsorpsi
kalsium
sensitivitas osteoklas
terhadap PTH
menurunnya sintesis vitamin D
yang aktif oleh ginjal
kadar ekstrogen yang rendah
skema tentang kemungkinan patogenesis osteoporosis post manepouse. Garis
putus-putus menunjukan hambatan balik (Robins&Kumar, 1995).
- Manifestasi Klinik Osteoporosis
Gejala yang paling sering dan paling
mencemaskan pada osteoporosis adalah :
- Nyeri dengan atau tanpa fraktur yang nyata. Ciri-ciri
khas nyeri akibat fraktur kompressi pada vertebra (paling sering Th 11 dan
12) adalah:
- Nyeri timbul mendadak
- Sakit hebat dan terlokalisasi pada vertebra yg
terserang
- Nyeri berkurang pada saat istirahat di t4 tidur
- Nyeri ringan pada saat bangun tidur dan dan akan
bertambah oleh karena melakukan aktivitas
- Deformitas vertebra thorakalis à Penurunan tinggi badan
- Komplikasi Osteoporosis
Osteoporosis sering mengakibatkan
fraktur kompresi. Fraktur kompresi ganda vertebra mengakibatkan deformitas
skelet.
- Pemeriksaan Penunjang Osteoporosis
Pemeriksaan non-invasif yaitu ;
- Pemeriksaan analisis aktivasi neutron yang bertujuan
untuk memeriksa kalsium total dan massa tulang.
- Pemeriksaan absorpsiometri
- Pemeriksaan komputer tomografi (CT)
- Pemeriksaan biopsi yaitu bersifat invasif dan berguna
untuk memberikan informasi mengenai keadaan osteoklas, osteoblas,
ketebalan trabekula dan kualitas meneralisasi tulang. Biopsi dilakukan
pada tulang sternum atau krista iliaka.
- Pemeriksaan laboratorium yaitu pemeriksaan kimia darah
dan kimia urine biasanya dalam batas normal.sehingga pemeriksaan ini tidak
banyak membantu kecuali pada pemeriksaan biomakers osteocalein (GIA
protein).
- Penatalaksanaan Medis
Adapun penatalaksanaan pada klien
dengan osteoporososis meliputi :
- a. Pengobatan
1)
Meningkatkan pembentukan tulang, obat-obatan yg dapat meningkatkan pembentukan
tulan adalah Na-fluorida dan steroid anabolik
2)
Menghambat resobsi tulang, obat-obatan yang dapat mengahambat resorbsi tulang
adalah kalsium, kalsitonin, estrogen dan difosfonat
b.
Pencegahan
Pencegahan sebaiknya dilakukan pada
usia pertumbuhan/dewasa muda, hal ini bertujuan:
1)
Mencapai massa tulang dewasa Proses konsolidasi) yang optimal
2)
Mengatur makanan dan life style yg menjadi seseorang tetap bugar seperti:
a)
Diet mengandung tinggi kalsium (1000 mg/hari)
b)
Latihan teratur setiap hari
c)
Hindari :
i. Makanan tinggi protein
ii. Minum alkohol
iii. Merokok
iv. Minum kopi
v. Minum antasida yang mengandung aluminium
- Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Osteoporosis
- a. Pengkajian
Adapun pengkajian yang dilakukan
pada klien dengan osteoporosis meliputi :
1)
Riwayat keperawatan. Dalam pengkajian riwayat keperawatan, perawat perlu
mengidentifikasi adanya :
a)
Rasa nyeri/sakit tulang punggung (bagian bawah), leher, dan pinggang
b)
Berat badan menurun
c)
Biasanya di atas 45 tahun
d) Jenis
kelamin sering pada wanita
e)
Pola latihan dan aktivitas
f)
Keadaan nutrisi (mis, kurang vitamin D dan C, serta kalsium)
g)
Merokok, mengonsumsi alkohol dan kafein
h)
Adanya penyakit endokrin: diabetes mellitus, hipertiroid, hiperparatiroid,
Sindrom Cushing, akromegali, Hipogonadisme
2)
Pemeriksaan fisik :
a)
Lakukan penekanan pada tulang punggung terdapat nyeri tekan atau nyeri
pergerakan
b) Periksa
mobilitas pasien
c)
Amati posisi pasien yang nampak membungkuk
3)
Riwayat Psikososial. Penyakit ini sering terjadi pada wanita. Biasanya sering
timbul kecemasan, takut melakukan aktivitas, dan perubahan konsep diri. Perawat
perlu mengkaji masalah-masalah psikologis yang timbul akibat proses ketuaan dan
efek penyakit yang menyertainya.
- b. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan data pengkajian,
diagnosis keperawatan untuk klien osteoporosis sebagai berikut :
1)
Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan proses penyakit.
2)
Gangguan konsep diri : perubahan citra tubuh dan harga diri yang berhubungan
dengan proses penyakit
3)
Nyeri yang berhubungan dengan fraktur dan spasme otot
4)
Risiko terhadap cedera : fraktur, yang berhubungan dengan tulang osteoporotik
5)
Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi
- c. Tujuan
Sasaran umum pasien dapat meliputi
dapat meningkatkan mobilitas dan aktivitas fisik, dapat menggunakan koping yang
positif, nyeri reda, cedera tidak terjadi, dan memahami osteoporosis dan proram
pengobatan.
- d. Intervensi
Intervensi keperawatan yang
dilakukan sesuai dengan diagnosis yang ditemukan, meliputi :
1)
Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan proses penyakit
Intervensi :
a)
Gunakan matras dengan tempat tidur papan untuk membantu memperbaiki posisi
tulang belakang
b)
Bantu pasien menggunakan alat bantu walker atau tongkat
c)
Bantu dan anjarkan latihan ROM setiap 4 jam untuk meningkatkan fungsi
persendian dan mencegah kontraktur
d) Anjurkan
menggunakan brace punggung atau korset, pasien perlu dilatih menggunakannya dan
jelas tujuannya
e)
Kolaborasi dalam pemberian analgetik, ekstrogen, kalsium, dan vitamin D
f)
Kolaborasi dengan ahli gizi dalam program diet tinggi kalsium serta vitamin C
dan D
g)
Kolaborasi dengan petugas laboratorium dalam memantau kadar kalsium
2) Gangguan konsep diri
: perubahan citra tubuh dan harga diri yang berhubungan dengan proses penyakit
Intervensi :
a)
Bantu pasien mengekspresikan perasaan dan dengarkan dengan penuh perhatian.
Perhatian sungguh-sungguh dapat meyakinkan pasien bahwa perawat bersedia
membantu mengatasi masalahnya dan akan tercipta hubungan yang harmonis sehingga
timbul koordinasi
b)
Klasifikasi jika terjadi kesalahpahaman tentang proses penyakit dan pengobatan
yang telah diberikan. Klasifikasi ini dapat meningkatkan koordinasi pasien
selama perawatan
c)
Bantu pasien mengidentifikasi pengalaman masa lalu yang menimbulkan kesuksesan
atau kebanggan saat itu. Ini dapat membantu upaya mengenal diri kembali
d)
Identifikasi bersama pasien tentang alternative pemecahan masalah yang positif.
Hal ini akan mengembalikan rasa percaya diri
e)
Bantu untuk meningkatkan komunikasi dengan keluarga dan teman
3)
Nyeri yang berhubungan dengan fraktur dan spasme otot
Intervensi :
a)
Anjurkan istirahat di tempat tidur dengan posisi telentang atau miring
b)
Atur posisi lutut fleksi, meningkatkan rasa nyaman dengan merelaksasi otot
c)
Kompres hangat intermiten dan pijat pungung dapat memperbaiki otot
d) Anjurkan
posisi tubuh yang baik dan ajarkan mekanika tubuh
e)
Gunakan korset atau brace punggung, saat pasien turun dari tempat tidur
f)
Kolaborasi dalam pemberian analgesik untuk mengurangi rasa nyeri
4)
Risiko terhadap cedera : fraktur, yang berhubungan dengan tulang osteoporotis
Intervensi :
a)
Anjurkan untuk melakukan aktivitas fisik untuk memperkuat otot, mencegah
atrofi, dan memperlambat demineralisasi tulang progresif
b)
Latihan isometrik dapat digunakan untuk memperkuat otot batang tubuh
c)
Anjurkan pasien untuk berjalan, mekanika tubuh yang baik, dan postur tubuh yang
baik
d) Hindari
aktivitas membungkuk mendadak, melengok, dan mengangkat beban lama
e)
Lakukan aktivitas di luar ruangan dan dibawah sinar matahari untuk memperbaiki
kemampuan tubuh menghasilkan vitamin D
5)
Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi
a)
Jelaskan pentingnya diet yang tepat, latihan, dan aktivitas fisik yang
sesuai, serta istirahat yang cukup
b)
Jelaskan penggunaan obat serta efek samping obat yang diberikan secara detail
c)
Jelaskan pentingnya lingkungan yang aman. Misalnya, lantai tidak licin, tangga
menggunakan pegangan untuk menghindari jatuh
d) Anjurkan
mengurangi kafein, alcohol, dan merokok
e)
Jelaskan pentingnya perawatan lanjutan
- e. Evaluasi
Setelah dilakukan intervensi
keperawatan diharapkan :
1)
Aktivitas dan mobilitas fisik terpenuhi
a)
Melakukan ROM secara teratur
b)
Menggunakan alat bantu saat aktivitas
c)
Menggunakan brace / korset saat aktivitas
2)
Koping pasien positif
a)
Mengekspresikan perasaan
b)
Memilih alternatif pemecah masalah
c)
Meningkatkan komunikasi
3)
Mendapatkan peredaan nyeri
a) Mengalami redanya
nyeri saat beristirahat
b) Mengalami
ketidaknyamanan minimal selama aktivitas kehidupan sehari-hari
c) Menunjukkan
berkurangnya nyei tekan pada tempat fraktur
4)
Tidak mengalami fraktur baru
a)
Mempertahankan postur yang bagus
b)
Mempegunakan mekanika tubuh yang baik
c)
Mengkonsumsi diet seimbang tinggi kalsium dan vitamin D
d) Rajin
menjalankan latihan pembedahan berat badan (berjalan-jalan setiap hari)
e)
Istirahat dengan berbaring beberapa kali sehari
f)
Berpartisipasi dalam aktivitas di luar rumah
g)
Menciptakan lingkungan rumah yang aman
h)
Menerima bantuan dan supervisi sesuai kebutuhan
5) Mendapatkan
pengetahuan mengenai oesteoporosis dan program penanganannya.
a)
Menyebutkan hubungan asupan kalsium dan latihan terhadap massa tulang
b)
Mengkonsumsi kalsium diet dalam jumlah yang mencukupi
c)
Meningkatkan tingkat latihan
d) Gunakan
terapi hormon yang diresepkan
e)
Menjalani prosedur skrining sesuai anjuran
Comments
Post a Comment