Senandung Kehidupan! Antara Mimpi dan Harapan
Senandung Kehidupan! Antara Mimpi dan Harapan?
Kelaparan, Dikeluarkan Dari Sekolah, dan Pinjam Sepatu di Setiap Lomba
FILDAN RAHAYU adalah sosok bertalenta seni, bakat ini terlihat sejak masih kecil bahkan hampir setiap denyut dan jiwanya adalah irama. Dia dari keluarga tak mampu, dalam riwayat pendidikan ia pernah dikeluarkan dari sekolah karena tak mampu membayar uang komite.
GAIB! Tak seorang pun mengetahui masadepan, kita hanya bisa bermimpi, bekerja, dan terus berkarya. Ketika itu tahun 2007, Munarti Munizu S.Pd mengajar sebagai Guru Kesenian di kelas Fildan, kelas 10.3. Untuk pelajaran seni, Fildan selalu memperoleh nilai tinggi.
Fildan memiliki keinginan untuk sekolah di tengah perekonomian keluarganya yang lemah. Namun sudah beberapa kali Fildan tidak membayar uang komite dan terancam harus tinggalkan sekolah, ditambah kondisi ini tidak didukung oleh nilai akademik yang baik. Di mata sekolah ia adalah murid yang malas, tidak punya catatan, sepatu robek-robek. Namun siapa sangka ternyata hanya itu miliknya, bahkan barangkali buku adalah barang mewah baginya, sedangkan folpen adalah barang yang gampang-gampang susah baginya.
Sudah pasti Fildan tidak memiliki tali pinggang untuk mengencangkan celana lusuhnya, entah bagaimana mendapatkan pakaian sekolah, tetapi pakaian sekolahnya yang penting ada. Ia menembus waktu apa adanya dan menapakkan kakinya untuk terus mengenyam pendidikan di tengah persoalan kemiskinan.
Berdiri bulu kudukku ketika mendapatkan kesempatan istimewa berbincang panjang lebar tentang Fildan di masa sekolahnya di SMAN 3 Baubau dengan mantan guru keseniannya, Ibu Munarti di atas langit Baubau hingga mendarat di Bandara Internasional Sultan Hasanuddin, Rabu 20 April 2017. Ibu Munarti mengetahui banyak tentang Fildan, karena selain sebagai guru, ia juga tetangga Fildan.
"Dia itu dulu sering kelaparan kalau pulang sekolah," kata ibu Munarti sambil menggambarkan situasi Fildan yang rebah di atas tumpukan pakaian kotor di pondok rumah memegang perutnya yang keroncongan.
Fildan terlalu pemalu dan selalu menolak ajakan untuk makan. "Saya juga tidak terlalu memaksa karena saya tahu dia mungkin ke rumah bibinya untuk makan," ketika memerogoki Fildan sedang kelaparan. Ketika itu Munarti baru saja pulang dari sekolah dan lewat di rumah Fildan. "Saya belikan kamu indomi!" "jangan mi bu." mengenang Fildan.
Ayah dan ibu Fildan sudah berpisah rumah, sehingga urusan rumah dan dapur tidak begitu baik "pergi tanpa sarapan pulang tanpa makan siang". Fildan sejak kecil hanya kenyang dengan alat-alat musik, bersama paman-pamannya, dan ayah serta pelajaran seruling dari mendiang kakeknya telah memperkaya dirinya. "Di rumahnya itu hanya ada permainan musik saja," kata ibu Munarti.
Karena tak membayar uang komite, Fildan dikeluarkan dari sekolah, masa depannya terasa hancur lebur. Inilah masa yang paling gelap yang menambah beban hidupnya. Ia tak berdaya, tidak bisa menjelaskan persoalannya ke sekolah karena dia hanyalah manusia yang bisa tersenyum. Ia tertunduk memalingkan wajah dari langit menatap tanah dan bumi, haruskah berhenti bermimpi.
"Dia ini sudah karakternya begitu diaaaam saja kalau kita marahi..!! Paling hanya dia bilang iye iye saja tanpa membantah," kata ibuguru ini, terdengar sendu.
Fildan harus menerima kenyataan itu dan tegar menjalani hidup yang berat, ia dikeluarkan karena tak mampu membayar komite. Padahal faktor ekonomilah penyebab semuanya, ia tak bisa melengkapi kebutuhan sekolahnya layaknya anak orang-orang berada.
Kepada siapa harus meminta, hanya gitar warisan ayahnya yang bisa ia peluk, bermesraan dalam petikan dawai di tengah keheningan jiwa, merindukan sang kakek pemberi inspirasi, merindukan sang ibu di tengah tekanan hidup, memejamkan mata, bernyanyi dalam getaran dawai, gitar itulah penghiburnya, satu-satunya benda yang bisa memahaminya.
Fildan dalam senandung irama, tentang menerima nasib dan kenyataan dilahirkan dari keluarga miskin, irama dalam syair penderitaan, irama tentang strata sosial paling bawah, sekaligus irama untuk tersenyum di bawah tekanan segalanya, dan irama tentang mimpi yang tidak pernah memberitahunya bahwa bertahanlah, yakinilah, cepat atau lambat kamu akan besar karena gitarmu.
Sudah takdir dilahirkan sebagai orang susah dan barangkali akan menjadi orang susah seumur hidup, begitu saya membatin mencoba menggali suasana hati Fildan yang hancur ketika itu. Ketika itu ia duduk di bangku kelas 2 SMAN 3 Baubau, tak pernah terlihat lagi batang hidungnya di sana sejak dikeluarkan. Harapan untuk meneyelesaikan sekolah minimal lulus, sirna dan ia harus buang jauh-jauh dari bayangannya.
Fildan adalah tipe manusia pemalu, mungkin lingkungan dan orang-orang di sekitarnyalah yang harus pandai membaca pikiran simanusia cerdas bertalenta seni ini. Semasa sekolah, Fildan selalu membawa gitar, itulah yang ia miliki bersama pakaian lusuh dan sepatu robek yang ia pertahankan, menjadi saksi ketika bolak-balik jalan kaki dari Bone-bone ke SMAN 3 Baubau di ujung Lipu yang jaraknya kira-kira 3 KM.
Nasib baik buat Fildan untuk bisa kembali sekolah di SMAN 3 Baubau. Ketika itu bertepatan dengan lomba vocal grup dan hanya Fildan yang memiliki kemampuan bermain gitar di atas rata-rata. SMAN 3 kesulitan mencari sosok ini dan benar-benar membutuhkan sosok Fildan Rahayu. Satu-satunya jalan adalah hanya dengan menerima kembali Si Fildan miskin itu untuk menjadi siswa SMAN 3 Baubau.
Ibu Ros bagian Tata usaha mencoba menghadap Kepala SMAN 3 Baubau yang ketika itu ibu Eliyati. Ibu Ros meminta kepada kepala sekolah untuk mempertimbangkan dan memanggil kembali Fildan untuk sekolah di SMAN 3 Baubau agar bisa mengiringi group vocal bersama Resti, Rika dan beberapa teman-temannya di ajang vokal group tingkat SMA Se-Kota Baubau.
Kepala Sekolah menerima usulan ibu Ros. Fildan kembali masuk sekolah, ia dibelikan gitar dan dibebaskan uang sekolah hingga tamat. Fildan menjadi penggiring gitar untuk kelompok vocal group dan tidak sia-sia, dia dan teman-temannya berhasil menjadi terbaik dan juara satu Se-Kota Baubau.
Sekolah hanya membelikan gitar, tetapi tidak tahu kalau Fildan hanya punya sepatu robek satu-satunya yang ia selalu pakai ke sekolah. Padahal di acara vocal group dia harus memakai jas dan sepasang sepatu yang pantas.
"Sedih kasiaaaan tidak ada sepatunya, dia itu orang misskiiin," kata Munarti.
Mungkin ini tidak sedih, tetapi saya menulis artikel ini sambil melelehkan air mata di dalam kabin pesawat Lion Air menuju Jakarta dengan penerbangan JT 8710. Sekali-sekali saya melirik ke kanan jagan sampai Ardi melihatku meleleh, takut dibuly he he he. Hufff....syukur dia tidur pulas. Seluruh rongga hidungku terasa penuh terdengar suara lengkingan air mata ketika saya menghirup udara dalam-dalam. Tetapi saya berusaha seindah mungkin agar tidak ketahuan, apalagi ibu Munarti tepat di kursi di depanku.
Ibu Ros meminjamkan sepatu milik anaknya kepada Fildan agar bisa mengikuti lomba vocal group dan mengharumkan nama seni. Sepasang sepatu itu diambil kembali setelah selesai acara.
"Kotidak jatuh air matamu.....!!!" Kata ibu Munarti sendu dan menatap wajahku.
Duhh kenapa harus Artikel tentang Fildan....!!! Lagi-lagi saya menyeka air mata menggunakan jaket hitam milikku. Bukan hanya itu, Fildan kembali mewakili sekolah untuk mengikuti lombah azan yang digelar Kementerian Agama dan lagi-lagi mengharumkan nama SMAN 3 Baubau dan menjadi terbaik.
"Kalau dia azan wiiih meleleh," kata ibu Munarti.
Karena keadaan ekonomi, wajarlah pihak SMAN 3 Baubau membebaskan Fildan dari uang sekolah hingga tamat tahun 2010. "Kasian sedih anak itu," kenangnya.
Ia bahkan tidak bisa membeli buku. "Kadang saya lewat belum makan, tidur baku campur-campur di pondo-pondo semen bersama adik-adiknya."
Ibu Munarti merasa rindu kepada Fildan. Melalui watshap (WA) ketika ibu Munarti chat dengan Fildan, ia meminta kalau bisa Fildan menyanyikan lagu aku rindu padamu yang pernah dilantunkan Evie Tamala. "Saya tidak sangka ternyata dia menyanyikan lagu itu, saya meleleh," kenangnya.
Dan memang warga Bone-Bone pasti akan meleleh jika melihat Fildan sukses di Dangdut Akademi (DA4) karena mereka sudah kenyang melihat Fildan yang hidup susah penuh penderitaan. Ada hubungan emosional antara Fildan dan ibu Munarti sebagai guru sekaligus sebagai tetangga. Untuk itu ibu Munarti selalu memberi perhatian bahkan memarahi (mendidik) Fildan.
"Hari-hari saya kontrol dia, namanya juga tetangga...!" Kalau saya marahi, dia sembunyi di bawah kolong tempat tidur.
Satu hal yang perlu dibanggakan dalam pergaulan Fildan. Anaknya baik, tidak ikut pergaulan anak-anak nakal, dan rendah hati. Jika di sekolah bahkan saat istrahat dia di ruangan saja. "Orangnya minder sekali tetapi penyayang," kenangnya.
Ketika tamat SMAN 3 Baubau, Fildan bergabung bersama Ian, Acing (vokalis) membentuk Z Band. Sejak tamat sekolah tahun 2010, ibu Munarti tidak pernah lagi berinteraksi dengan Fildan. Ditambah Fildan merantau ke Papua untuk mencari nafkah, tercatat tujuh tahun lamanya. "Seandainya saya bisa bertemu, saya ingin memeluknya," dengan nada suara gemetar.
Fildan menyadari orang tuanya miskin dan tidak bisa berharap banyak kepada ayahnya yang seorang tukang kayu. Jadi, tidak ada cara selain harus bekerja, dan sudah sangat beruntung bisa tamat SMA.
Fildan sudah pernah mengikuti audisi Dangdut Academy (DA3) namun tidak lolos karena gitar rusak. Kini ia lolos DA4 dan mengupayakan anggaran untuk bisa ke Makassar melalui patungan keluarga. Sisanya ia mengamen dengan adiknya dan mendapatkan beberapa uang di MV Superjet. Sebetulnya adiknya bernama Selvi juga lolos audisi mewakili Morowali Sulawesi Tengah, tetapi ketahuan bersaudara dan akhirnya didiskualifikasi. Fildan masih punya adik satu lagi bernama Nelvi yang saat ini juga sedang sekolah di SMAN 3 Baubau.
Itulah Fildan Rahayu, ia selalu sopan dan disenangi di dalam pergaulan, ia pendiam, minder dan takut dengan guru. "Saya sering cubit kasiaaaaan kalau dia salaah, saya sering suruh datang kerumah untuk kerjakan tugas," kata Munarti Munizu S.Pd, mengenang Fildan.
Ibu Munarti sering melihat Fildan terbaring pegang perut saat pulang sekolah kebetulan lewat rumahnya. "Saya tanya kenapa Fildan?" "Lapar Buu," kata ibu Munarti mengutip Fildan lagi.
Dia itu pemalu biar juga kita tawarkan. "Saya tawarkan makanan dia tidak mau, dia malu. saya belikan mi tidak usah mi Bu," katanya.
Dia selalu makan di rumah bibinya pegawai kelurahan, ibu Sarafa. Ayah Fildan seorang tukang kayu yang menyatu dengan lingkungan. "Apalagi bapaknya kalau rumah-rumah tetangga rusak, bapaknya kasian dia datang perbaiki. Dari kakeknya kasian sudah kayak keluarga."
"Biar tengah malam kalau rusak pintu bapaknya dia datang."
Ini adalah kesempatan terbaik bagi Fildan untuk mengangkat derajat dan martabat keluarganya. "Jadi kalau dia sukses ini adalah awal dia angkat derajatnya. Dia Baik dengan lingkungan tidak sombong dan tahu diri."
"Rumahnya kan dia jual, dibelimi orang, dia dirikan di samping garam pindah mi di bibinya samping rumahku itu dan mamanya pulang di Morowali.
Masyarakat Baubau bahkan Indonesia begitu mencintai Fildan, dia adalah yang terbaik di Dangdut Academy (DA4). "Tetangga-tetangganya dia bangga sekali too, bagaimanakah orang baik itu. Habis-habis isi pulsa kounter sejak dia tampil."
Fildan Rahayu menyelesaikan masa SD di SDN 1 Bonebone, tamat di SLTP 4 Baubau, dan SMAN 3 Baubau tahun 2010. Dia adalah anak kedua dari empat bersaudara. Masyarakat di tetangganya terharu melihat Fildan bisa tampil di TV, masyarakat menangis Fildan bisa keluar dari penderitaannya.
"Masalahnya dia bukan anak orang berada, tidak punya kesan tetapi punya kenangan."
Munarti juga menceritakan ketika acara perpisahan tamat SMAN 3 Baubau. "Kita ambilkan bajunya guru agama pokoknya serba kekurangan. Kalau kita marahi cuma diam-diam tidak pernah membantah, kadang kita yang jadi merasa bersalah."
Fildan Rahayu, kamu telah mengharumkan nama Baubau dan Sulawesi Tenggara. Baubau kini populer di tanah air, tetap rendah hati, jadilah yang terbaik.
KABARAKATINA TANA WOLIO...
Kalau mau share silahkan.
Penulis : Yuhandri Hardiman (Baubau
Post)
Sumber : Munarti Munizu, S.Pd. Narty Munizu
Comments
Post a Comment